Tulis & Tekan Enter
images

Tiang Bendera Pertama di Sekolah Rakyat Samarinda Berkibar di HUT Ke-80 RI

Kaltimkita.com, SAMARINDA– Di sebuah sudut Kota Samarinda, Minggu pagi, 17 Agustus 2025, sebuah sejarah kecil namun sarat makna terukir. Bukan di lapangan megah atau kantor pemerintahan, melainkan di halaman sederhana Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 24.

Untuk pertama kalinya, tiang bendera yang baru berdiri tegak menjadi saksi bisu saat Sang Merah Putih dikibarkan oleh para siswanya.

Bagi puluhan anak yang baru dua hari meninggalkan kungkungan keterbatasan, momen ini lebih dari sekadar upacara rutin. Ini adalah ritual inisiasi.

Dengan seragam baru yang mungkin sedikit kebesaran dan sepatu yang masih kaku, mereka berdiri dalam barisan yang belum sempurna. Namun, di balik itu semua, terpancar kekhidmatan dan binar mata yang sama: binar harapan.

Peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI menjadi panggung bagi babak baru hidup mereka.

"Pagi ini adalah perdana kami di Sekolah Rakyat menyelenggarakan upacara bendera. Ini menjadi momentum yang sangat istimewa," ungkap Kepala SRT 24 Samarinda, Hasyim, dengan nada suara yang tak bisa menyembunyikan rasa haru.

Momentum ini bukan kebetulan. Antusiasme untuk mengikuti "acara 17-an" sudah membara di hati para siswa bahkan sebelum mereka resmi menginjakkan kaki di asrama. Pertanyaan polos seperti,

"'Pak, kapan kami segera ke sekolah? Apakah nanti ikut acara 17-an?'" menjadi bukti bahwa upacara ini adalah penanda yang mereka nantikan—sebuah afirmasi bahwa mereka kini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Saat bendera perlahan merangkak naik diiringi lagu Indonesia Raya, yang terangkat bukan hanya selembar kain dwiwarna. Yang ikut terangkat adalah martabat, mimpi, dan masa depan anak-anak yang sebelumnya mungkin tak pernah berani menggantungkan cita-cita setinggi tiang bendera.

Kibaran Merah Putih perdana itu seolah menjadi deklarasi senyap, di tempat ini, kemiskinan tidak akan diwariskan lagi.

"Keberadaan sekolah ini adalah untuk memutus mata rantai kemiskinan," tegas Hasyim, menghubungkan simbolisme upacara dengan misi fundamental sekolah.

Tiang bendera di halaman SRT 24 kini bukan lagi sekadar besi. Ia telah menjadi monumen hidup. Monumen dari sebuah janji kemerdekaan yang pada hari itu mulai ditepati untuk Safira, Randi, dan puluhan kawan mereka.

Upacara telah usai, namun perjuangan mereka untuk mengisi kemerdekaan pribadi baru saja dimulai, di bawah naungan Sang Saka yang kini menjadi saksi perjalanan baru mereka. (fan)



Tinggalkan Komentar

//