Kaltimkita.com, SAMARINDA- Inisiatif Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 24 Samarinda bukanlah sekadar program sekolah gratis, melainkan sebuah intervensi total dan terukur oleh negara untuk merekayasa masa depan anak-anak dari keluarga miskin.
“Sekolah rakyat ini adalah sebuah pertaruhan visioner yang menyasar akar masalah, bukan hanya gejalanya,” ujar Wali Kota Samarinda Andi Harun saat membuka masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) SRT 24 Samarinda, Jumat (15/8).
Dengan mengadopsi model asrama, pemerintah secara efektif mencabut 100 siswa angkatan pertamanya dari lingkungan yang mungkin menghambat potensi mereka, lalu menempatkannya dalam sebuah ekosistem yang dirancang khusus untuk keberhasilan.
Menurut Andi Harun, fokus utamanya bukan hanya pada ijazah, melainkan pada “pemenuhan kebutuhan holistik” dan “pembinaan karakter intensif”.
Dengan mengambil alih tanggung jawab penyediaan tempat tinggal, nutrisi, dan seragam, negara menghilangkan beban ketidakpastian harian yang sering menghantui siswa dari keluarga prasejahtera.
“Hal ini memungkinkan mereka untuk sepenuhnya fokus pada pelajaran dan, yang lebih penting, pada pembentukan kepribadian,” ujarnya.
Di dalam asrama, mereka tidak hanya belajar akademis, tetapi juga disiplin, kemandirian, dan ketangguhan—modal utama untuk memutus rantai kemiskinan secara permanen.
Kisah Safira, putri penjual gorengan, dan Miftahul, putri pekerja katering, menjadi wajah dari program sosial ini.
Mereka bukan lagi sekadar penerima bantuan, melainkan investasi strategis Kota Samarinda. Kehadiran mereka di SRT 24 adalah langkah awal dari sebuah cetak biru besar: mengubah bonus demografi yang berisiko menjadi beban menjadi kekuatan ekonomi yang nyata.
Keberhasilan program ini akan menjadi bukti bahwa keadilan sosial dalam pendidikan, ketika dieksekusi secara total, adalah alat paling ampuh untuk mengubah takdir dan membangun masa depan sebuah bangsa, dimulai dari satu generasi pada satu waktu. (fan)
.jpg)
