Kaltimkita.com, SAMARINDA – Isu ketimpangan antara kepentingan publik dan kepentingan korporasi kembali mencuat di Kalimantan Timur (Kaltim). Anggota Komisi III DPRD Kaltim Jahidin, menyoroti maraknya penggunaan jalan negara oleh perusahaan tambang, yang dinilai mencerminkan lemahnya posisi rakyat dalam mengakses infrastruktur yang seharusnya milik bersama.
“Jalan nasional itu dibangun dari uang rakyat, tapi sekarang justru rakyat yang harus mengalah ketika perusahaan tambang lewat. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bentuk ketimpangan struktural,” ujar Jahidin.
Salah satu kasus yang disorot adalah aktivitas PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang menggunakan ruas jalan nasional untuk mengangkut batu bara tanpa izin resmi yang sesuai ketentuan.
Menurut Jahidin, perusahaan hanya mengantongi rekomendasi administratif, yang secara hukum tidak dapat dijadikan dasar pemanfaatan fasilitas negara.
Lebih dari sekadar pelanggaran regulasi, Jahidin menilai praktik ini menunjukkan bagaimana kekuatan korporasi bisa menggeser fungsi ruang publik, bahkan dengan pengawasan yang lemah dari pemerintah.
“Setiap truk batu bara lewat, masyarakat harus berhenti dulu, menunggu. Bisa belasan sampai puluhan menit. Ini sangat ironis. Fasilitas publik justru dikalahkan oleh kepentingan bisnis,” katanya.
Jahidin mendesak agar ke depan ada pendekatan hukum yang lebih serius dalam menangani persoalan ini. Ia meminta agar segala bentuk kesepakatan antara perusahaan dan pemerintah dituangkan secara legal dalam dokumen resmi, bukan sekadar pernyataan lisan.
“Kita tidak bisa lagi percaya pada komitmen informal. Sudah terlalu sering janji-janji perbaikan jalan atau kompensasi tidak ditepati,” ujarnya dengan tegas.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan sebenarnya sudah mengatur larangan pemanfaatan jalan nasional untuk kepentingan di luar fungsi umum tanpa izin resmi. Namun, lemahnya implementasi dan minimnya sanksi nyata membuat pelanggaran ini terus berulang.
Komisi III DPRD Kaltim kini mendorong pemerintah daerah dan kementerian terkait untuk tidak lagi bersikap permisif terhadap perusahaan yang memanfaatkan fasilitas negara secara sepihak.
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Bukan hanya soal jalan, tapi juga soal siapa yang sebenarnya punya kuasa atas ruang publik di negeri ini,” tutup Jahidin. (AL/Adv/DPRDKaltim)