Tulis & Tekan Enter
images

Didin Hamid menceritakan perjalanan lahirnya Hainan Coffee dalam popcast kanal Youtube Smart FM. Kini kopi itu menjadi salah satu kopi terbaik di Nusantara

Didin Hamid dan Perjalanan Kopi Hainan, dari Bankir Jepang ke Meja Kopi Dunia

Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Tak pernah terlintas dalam benak Didin Hamid bahwa ia akan menjadi salah satu pelaku industri kopi yang kini dilirik pasar internasional. Perjalanannya dimulai bukan dari kecintaan pada kopi, melainkan dari kemampuan membaca peluang bisnis.

Sebelum terjun ke dunia perkopian, Didin adalah seorang profesional di salah satu bank milik negara Jepang. Pekerjaan itu membawanya berkeliling dari Sabang sampai Merauke. Di sela tugasnya, ia kerap mampir ke kedai-kedai kopi tiam. Di situlah ia mengenal cita rasa kopi yang menurutnya unik, yakni pekat saat diseduh, namun gurih ketika diminum.

Meski bukan pencinta kopi, data pasar komoditas yang dirilis pemerintah justru membuatnya yakin bahwa dalam rentang sepuluh tahun mendatang, Balikpapan akan mengalami ledakan bisnis kafe khususnya dunia perkopian.

“Makanya setelah era COVID-19, kafe-kafe tumbuh sangat cepat. Itu sebenarnya sudah terprediksi,” ujarnya saat ditemui di Warung Kopi Nusantara miliknya, Kamis (20/11/2025).

Ketika memutuskan berhenti bekerja pada 2016, kenangan akan rasa kopi tiam terus menghantuinya. Ia mulai mencari tahu cara membuat kopi tersebut. Saat itu, belum ada konten yang menjelaskan prosesnya. Ia mencoba mencari di toko-toko online, platform luar negeri, hingga Alibaba, namun semuanya nihil.

Hingga seorang temannya mengirimkan foto-foto perlengkapan kopi tiam, lengkap dengan cangkir dan cara penyajiannya. Didin membeli hak penggunaan foto itu demi menghargai temannya, lalu mendaftarkannya sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di kelas 30 dan 35 untuk produk serta jasa kedai kopi.

Dengan modal pengetahuan yang minim dan rasa penasaran yang besar, ia memulai segalanya dari nol. Ia ingin menjadi eksportir kopi, namun cepat disadarkan bahwa ia belum memiliki pemasok, pelanggan, ataupun nama. 

“Yang paling mungkin waktu itu ya buka kedai kopi dulu,” kata Didin mengenang kisahnya.

Teman dekatnya menyarankan agar ia memanfaatkan barang-barang lama di rumah dan membuka warung dengan atmosfer tempo dulu. Dari sanalah Hainan Coffee lahir, dari sebuah kedai kecil yang diberi nama Warung Kopi Nusantara (WKN), dengan metode penyeduhan tradisional menggunakan saringan Hainan, yang oleh sebagian orang disebut “seduh kaos kaki”.

Awalnya penghasilan kedai kopi itu tak sebanding dengan gaji lamanya. Namun lambat laun, pendapatan Hainan Coffee justru melampauinya. Waktu bekerja lebih fleksibel, dan yang paling penting, ia menemukan kembali semangatnya.

Produk Hainan Coffee mulai mencuri perhatian. Kopi kemasan kecil seharga Rp38.000 bisa menghasilkan hingga 20 cangkir. Dua tahun berturut-turut, kopi racikannya lolos kurasi Bank Indonesia sebagai salah satu kopi terbaik nasional versi lembaga tersebut.

Puncaknya, pada 2023 lalu, Hainan Coffee dipamerkan di Qatar. Setahun kemudian, Copenhagen, Denmark, menjadi panggung berikutnya. Rasa kopi Hainan mendapat sambutan positif dari pengunjung internasional.

Kini, Didin tengah menunggu hasil audit HACCP, sertifikasi keamanan pangan bertaraf global. Jika lolos, pintu ekspor akan terbuka lebar bagi Hainan Coffee. 

“Kalau saya dapat sertifikat ini, berarti pemerintah menjamin produk saya. Dan harapannya, saya bisa memasarkan Hainan Coffee hingga pasar internasional," ucapnya optimis.

Meski metode seduhnya tradisional, proses produksi Hainan Coffee kini sudah mengombinasikan standar higienitas dan mesin modern. Pabriknya berada di Sentra Industri Kecil Teritip, diberikan oleh Dinas Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian (DKUMKMP) Kota Balikpapan.

"DKUMKMP Balikpapan sangat membantu sekali, dari membantu memudahkan segala urusa perizinan pembinaan, pelatihan, hingga pabrik pun saya diberikan," ungkap Didin bersyukur.

Tentang kualitas kopi, Didin menjelaskan bahwa 60 persen kelezatan kopi ditentukan oleh kualitas bijinya, 30 persen teknik roasting, dan 10 persen cara penyajiannya. Menurutnya, Hainan Coffee sudah melampaui semuanya, mulai dari pemilihan bean, roasting hingga menjadi kemasan yang siap diseduh.

“Artinya, barista pemula pun bisa menyajikan kopi enak kalau bahan dan tekniknya benar,” ujarnya dengan percaya diri.

Kopi Kalimantan sendiri, menurutnya, sebenarnya punya potensi. Namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri, sehingga ia tetap mengambil pasokan dari luar, lalu mengolahnya di Balikpapan. Dari situlah konsistensi Hainan Coffee tetap terjaga.

Kini, Hainan Coffee bukan sekadar brand. Ia adalah kisah tentang kegigihan, kejelian membaca peluang, dan keberanian memulai dari nol. Dari warung bergaya tempo dulu, produknya berkembang menjadi kopi bersertifikasi keamanan pangan, masuk kurasi Bank Indonesia, dan segera melangkah ke pasar internasional.

Kalau punya modal, usaha pasti jalan. Namun bagi Didin, lebih dari sekadar modal, kesungguhan dan keyakinanlah yang membawanya sampai ke titik ini. Dan semuanya dimulai dari secangkir kopi tiam, yang diseduh dengan saringan Hainan. (lex)


TAG DKUMKMP

Tinggalkan Komentar

//