Tulis & Tekan Enter
images

Warga yang geram lalu melakukan pengadangan. Benar saja isinya batu bara.

Di Muara Kate Lagi: 50 Truk Terjaring, Diduga Batu Bara Ilegal

Kaltimkita.com, PASER — Konvoi puluhan truk pengangkut batu bara kembali terjaring sweeping warga Muara Kate di perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, Selasa dini hari (2/6). Jumlahnya tak sedikit, mencapai 50 unit truk berpelat Kalimantan Selatan.

Kronologi bermula pada 1 Juni saat warga menerima pesan suara yang menginformasikan rencana melintasnya truk-truk batu bara dalam jumlah besar.

“Informasinya akan ada truk dari tambang koridoran yang hauling, dengan ratusan unit akan melewati dusun kami,” ujar perwakilan warga, Warta Linus, Rabu siang (6/4).

Diduga Batu Bara Ilegal

Delapan warga berjaga sejak pukul 23.00 Wita. Tak lama kemudian, puluhan truk kapasitas 10 ton lewat dari arah Kalimantan Timur menuju Kalimantan Selatan. Terpal di bak truk menutupi muatan, tapi bercak hitam di bagian buritan mengindikasikan isinya batu bara.

Setelah diperiksa, sopir-sopir asal Kalsel mengaku batu bara itu berasal dari bekas tambang PT TMJ di Desa Busui, Kecamatan Muara Komam. Mereka berdalih batu bara itu untuk suplai pembangkit listrik PT Conch, pabrik semen di Tabalong, Kalsel.

“Mereka bilang ada 50 unit malam itu. Setelah kami cek, memang betul semuanya bawa batu bara,” terang Warta.

Warta menegaskan aksi warga ini bagian dari perjuangan menjaga keselamatan kampung dan lingkungan hidup anak-anak mereka.

“Kami minta pemerintah tegas dan konsisten menegakkan hukum. Ini bukti hauling masih terjadi di jalan negara,” tegasnya.

Media ini telah menghubungi Kapolres Paser AKBP Novy Adhiwibowo, namun ia mengaku belum menerima laporan. “Saya cek dulu,” jawabnya.

Bertahan di Tengah Ancaman

Sudah lebih dari tujuh bulan warga Muara Kate berjaga hampir setiap malam, menghalau truk batu bara yang menggunakan jalan negara selebar lima meter itu. Padatnya lalu lintas truk membuat anak-anak sekolah kesulitan menyeberang, warga pun merasa tak aman.

Pengacara publik LBH Samarinda, Irfan Ghazy, menyebut aksi warga adalah bentuk perlawanan terhadap ancaman nyata di ruang hidup mereka.

“Kegiatan hauling di jalan umum itu melanggar hukum dan sangat membahayakan keselamatan warga. Negara harus hadir dalam penegakan perda,” tegasnya.

Irfan merujuk Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012, yang merupakan turunan dari UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, sebagai dasar hukum pelarangan aktivitas tambang di jalan umum. Ia juga menyinggung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2025, yang menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang sehat.

Rentetan Konflik

Konflik warga Paser dengan aktivitas tambang bermula sejak 2023, saat truk-truk tambang terus menerus melintasi jalan umum dan berbaur bersama pengendara lainnya. Akibatnya, jalan rusak parah, kecelakaan lalu lintas pun meningkat.

Kondisi ini memicu kemarahan warga di Batu Kajang. Warga yang mayoritas emak-emak melakukan blokade jalan menggunakan kursi plastik. Tak mempan. Truk-truk batu bara bahkan menerobos barikade warga.

1 Mei 2024, seorang ustaz muda bernama Teddy, yang baru saja menikah, tewas diduga ditabrak truk batu bara di Songka. Oktober berselang, giliran Pendeta Veronika tewas di tanjakan Marangit setelah sebuah truk tak kuat menanjak.

Puncaknya, 15 November 2024, posko warga di Muara Kate diserang orang tak dikenal saat subuh. Russell tewas, Anson kritis. Tiga hari, 15–17 April 2025, ribuan warga turun ke jalan. Aksi damai digelar di depan Kantor Gubernur Kaltim dan DPRD Kalsel, menuntut penghentian hauling yang dinilai ilegal dan berbahaya.

“Selain menggunakan jalan negara, perusahaan ini juga diduga mengintimidasi warga lewat vendor-vendornya,” kata Irvan.

Kapolda sebelumnya sudah berganti. Kompolnas dan Komnas HAM pun turun tangan. Namun, nihil hasil nihil. Pembunuh Russell belum tertangkap, dan truk batu bara masih kucing-kucingan dengan warga. (faz/bie)


TAG

Tinggalkan Komentar