Tulis & Tekan Enter
images

Yuni (kiri) dan Ibundanya Sri, saat menunjukkan proses pembuatan batik iwatik. Kini karya itu semakin dikenal di nusantara, bahkan siap menuju panggung dunia.

Semangat Tak Kenal Usia, Iwatik Batik Kebanggaan Balikpapan Menuju Panggung Nusantara

Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian (DKUMKMP) Kota Balikpapan gencar mendorong langkah para pelaku UMKM di kota Balikpapan.

Saat ini, tercatat ada sekitar 87.000 pelaku usaha dari 17 sektor di Balikpapan yang terdaftar secara resmi di DKUMKMP. Dari jumlah itu, 25 Industri Kecil Menengah (IKM) telah dikurasi sebagai calon kuat untuk naik kelas. Salah satunya yakni karya dari Ikatan Wanita Pembatik Balikpapan (Iwatik).

Ditemui di kediamannya, Jalan R.E Martadina, RT 11, Kelurahan Mekar Sari, Kecamatan Tengah, Founder Iwatik, Sri Sunarti didampingi putrinya Yuni Rachmawaty menceritakan perjalannya, hingga akhirnya dikurasi oleh DKUMKMP Balikpapan.

Sejak muda, Sri sudah aktif berorganisai dan sudah menggeluti dunia kerajinan. Bahkan, ia sempat berjualan masakan, kue bahkan merias pengantin. Multitalentanya memang sudah terlihat sejak muda.

Sri Sunarti memulai membatik dari usia yang terbilang tidak muda lagi yakni 54 tahun. Diusia senja, ia meniatkan diri mengikuti pelatihan dari 2015 silam di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Balikpapan.

Padahal saat itu, background hidupnya bukanlah seorang pembatik, namun hanya seorang ibu PKK biasa.

"Jadi saat itu saya ikut saja dulu di SKB. Masalah bisa apa tidaknya itu urusan nanti, yang penting ikut pelatihan saja dulu," ungkapnya.

Ia mengaku sempat mengalami kesulitan membatik, namun niatnya tak diurungkan. Hingga pada akhirnya ia melompat lebih jauh dan menuju ke Jogja untuk memperdalam ilmu membatiknya.

Sepulangnya dari sana, Sri diberi kepercayaan dari SKB untuk menjadi ketua dari kelompok batik Balikpapan. Dan nama Iwatik itu diberikan oleh istri Wali Kota pada masa itu.

"Awalnya ragu ditunjuk sebagai ketua, karena ini beban berat. Tapi saya dengan kelompok Iwatik konsisten ikut pelatihan-pelatihan sampai ke luar daerah," akunya.

Hingga pada akhirnya, berbekal dari niat tulus dan semangat pantang menyerah, tahun 2017 karya Iwatik sudah mulai dikenal di Balikpapan, hingga mengikuti pameran di Balikpapan Plaza, dan meraih juara 1.

"Kami dapat Rp7.500.000. Uangnya itu kami bagi-bagi untuk anggota iwatik," serunya.

Masih ditahun yang sama, Iwatik didorong mendapatkan brand supaya lebih dikenal. Akhirnya kelompoknya pun kompak ikut pelatihan ke Dinas terkait.

"Jadi kami ikuti arahan dari Dinas tersebut. Dan mereka yang membantu kami membuatkan brand itu. "Alhamdulillah orang dinasnya baik-baik semua. Mau membantu emak-emak membuatkan brand," ungkap perempuan yang kini berusia 64 tahun itu.

Hingga pada akhirnya, telkom datang meminang. Namun CSRnya tidak berlangsung lama, hanya setahun berjalan 2018-2019. Dan selanjutnya, giliran Pertamina yang membina Iwatik dengan CSR yang lebih besar.

"Kami tutup dengan Telkom, dan kami terima binaan Pertamina dengan CSR yang lebih besar waktu itu," kata wanita yang lahir di Tranggalek, Jawa Timur ditahun 1961 silam.

"Dan binaan Pertamina akhirnya selesai di 2024," sambungnya.

Sri menjelaskan, kelompok Iwatik masih membuat batik dengan teknik manual menggunakan canting dengan tinta lilin atau malam. Hal itu dilakukan, agar karya yang dihasilkan benar-benar dari rasa si tangan pengrajin.

"Prosesnya dibloking dahulu lalu diwarnai. Seperti melukis," tandasnya.

Yuni Rachmawaty mengatakan, membuat batik tergantung kreasi pembuatnya. Dan untuk pola, ia hanya mengimajinasikan dari lingkungan di sekitarnya.

"Motif kita itu kami imajinasikan dari lingkungan kami saja. Seperti daun sirih, ilalang dan objek lainnya yang ada di sekitar kami," ucapnya.

"Untuk pembuatanya pun berproses. Kalau santai empat hari selesai. Yang lama itu membuat pola gambarnya. Dengan menggunakan pensil terlebih dahulu. Makanya kalau batik itu harganya ditawar, tolong dong. Prosesnya lama loh buatnya," serunya.

Kini, di bawah pendampingan sang putri, Yuni Rachmawaty, Iwatik terus berinovasi. Ia berupaya membuat batik lebih dekat dengan generasi muda lewat desain yang ringan dan modern.

“Anak-anak sekarang nggak perlu malu pakai batik. Kami buat motifnya lebih sederhana dan kekinian, supaya cocok dipakai di acara santai,” ujarnya.

Iwatik juga mulai memanfaatkan platform digital untuk memperluas pasar, seperti melalui website iwatik.com, media sosial, dan promosi daring lainnya. 

“Kalau kita cuma diam, ya nggak akan berkembang. Digital marketing itu penting,” tegas Yuni.

Dari awalnya 15 anggota, kini tersisa 5 orang yang masih aktif, sebagian besar ibu rumah tangga di lingkungan sekitarnya. Mereka tetap menjaga kualitas batik tulis khas Balikpapan.

"Kelompok kami masih didominasi oleh emak-emak. Sekarang PRnya bagaimana perajin batik ini bisa regenerasi," tutur Yuni.

Pasar di Kaltim cenderung disuka warna terang. Namun ketika dipamerkan ke luar, kami menyesuaikan pasar, di mana daerah luar khusunya Jawa menyukai warna gelap.

Bagi Sri dan Yuni, batik bukan sekadar kain, tetapi simbol ketekunan, kreativitas, dan semangat pantang menyerah. 

“Kami ingin batik Balikpapan punya ciri khas sendiri dan bisa bersaing di pasar global,” tutur Sri penuh harap.

Dengan semangat yang tak pernah pensiun, Iwatik menjadi bukti nyata bahwa usia bukan batas untuk berkarya, melainkan momentum untuk memberi warna bagi dunia UMKM Balikpapan. 

Kini, Iwatik menjadi salah satu karya kebanggaan batik kota Balikpapan, dan layak ke Panggung Dunia. (lex)



Tinggalkan Komentar

//