Kaltimkita.com, KUTAI KARTANEGARA — Sebuah dentuman gong menggema di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Minggu (11/5/2025). Di tengah sorotan mata ratusan warga dan tamu undangan, Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah menandai berakhirnya Festival Budaya Kutai Adat Lawas “Nutuk Beham”. Sebuah festival yang tak sekadar pertunjukan seni, melainkan ritual sakral yang menjaga napas warisan leluhur tetap hidup di zaman yang serba cepat ini.
Selama empat hari, desa ini menjadi panggung terbuka bagi budaya Kutai yang nyaris terlupakan. Warga dari berbagai penjuru datang menyaksikan serangkaian prosesi adat yang digelar turun-temurun—sebuah bentuk penghormatan pada para pendahulu yang dahulu mengguratkan identitas Kutai di tanah Kalimantan.
“Festival Nutuk Beham bukan hanya acara budaya. Ini adalah pengikat rasa, wujud hormat kita pada sejarah dan leluhur,” ucap Bupati Edi Damansyah usai menyerahkan piagam penghargaan kepada tokoh adat dan Kepala Desa Kedang Ipil.
Dalam balutan baju adat, para tokoh masyarakat dan pemangku adat berdiri di sisi panggung, menyambut dengan hangat kehadiran pemerintah. Ada kesan bangga yang tak tersembunyi di wajah mereka—budaya yang dulu dianggap usang kini kembali dirayakan.
Bupati Edi menyampaikan bahwa keberadaan Festival Nutuk Beham telah resmi menjadi bagian dari kalender budaya Kabupaten Kukar, dan secara berkelanjutan akan didukung melalui program strategis Kukar Kaya Festival (KKF). Program ini merupakan bagian dari pembangunan Kukar Idaman 2021–2026, yang salah satunya bertujuan memfasilitasi budaya lokal agar tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
“Nutuk Beham ini telah menjadi kebanggaan kita bersama. Ini bukan hanya acara hiburan, tapi cara kita menjaga jati diri dan nilai-nilai lokal di tengah modernisasi,” tegas Edi.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor, dari pemerintah desa hingga komunitas seni dan pemangku adat. Menurutnya, pelestarian budaya tak bisa berjalan sendiri, harus digerakkan oleh kekuatan kolektif.
Di akhir acara, para seniman lokal tampil memukau lewat tarian perpaduan tradisional dan modern. Iringan musik etnik berpadu dengan semangat muda, menunjukkan bahwa budaya tidak mati, tapi berevolusi.
Sementara itu, Kepala Dinas DPMD Arianto, Plt. Kepala Dispar Aji Ali Husni, Camat Kota Bangun Darat Zulkifli, hingga anggota DPRD Kukar Budi Fahmi turut hadir memberi dukungan. Kebersamaan mereka menandakan bahwa pelestarian budaya bukan sekadar urusan satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama.
Di sela riuh tepuk tangan dan kamera yang mengabadikan momen, terselip harapan besar: semoga “Nutuk Beham” dan ritual-ritual lainnya tak hanya bertahan sebagai tontonan, tetapi terus menjadi tuntunan. Di desa kecil ini, budaya bukan masa lalu. Ia adalah cahaya yang terus menyala, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. (Ian)


