KaltimKita.com, TANA PASER - 25 perwakilan petani sawit di Kabupaten Paser mendapatkan pelatihan pengembangan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit agar memahami alur bisnis penjualan TBS dan mengolah TBS sebelum jadi Crude Palm Oil (CPO), pelatihan tersebut didukung langsung oleh Pusat Riset Agroindustri- Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) atas dukungan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Para peserta mendapatkan materi teori dan praktik di lapangan.
Selain pengenalan teknologi, petani diharapkan memahami skema bisnis dalam pengolahan hasil panen buah sawit berbasis kawasan. Kesejahteraan petani diharapkan bisa meningkat dengan meningkatnya daya tawar dalam penjualan buah sawitnya. Sebelum jadi CPO, banyak olahan TBS bisa jadi produk yang digunakan masyarakat. Proses hilirisasi ini tidak hanya dirasakan level perusahaan pasar tapi ke petani swadaya.
Sawit bisa mengawetkan buah dan sayur. Ekspor sawit sekarang sudah mencapai Rp 2,3 triliun. Sawit adalah anugerah terbesar. 24 jam manusia tidak bisa lepas dari produk sawit. Sawit memiliki kandungan vitamin tinggi untuk mengurangi stunting.
Kepala Pusat Riset Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata menyampaikan tujuan pelatihan itu adalah meningkatkan pendapatan dan kemandirian petani sawit rakyat melalui rantai pasok industri sawit. Rantai pasok yang masih panjang mengakibatkan harga TBS yang diterima petani masih rendah.
"Dari pelatihan ini, petani semoga bisa dapat wawasan tentang pengelolaan pasca panen dari aspek teknologi maupun bisnisnya," kata Selasa (25/7).
Kepala Divisi UKMK BPDPKS
Helmi Muhansyah menyampaikan pelatihan ini adalah membuat produk sawit bisa dapat respon negatif di masyarakat. Banyak selama ini pandangan buruk tentang perkebunan kelapa sawit. Para petani pun mendapatkan nilai tambah dari hasil TBSnya agar tidak hanya menjadi CPO. Banyak opsi olahan yang bisa dibuat sebelum jadi CPO.
"Sawit tidak hanya dinikmati korporasi besar, tapi juga untuk UMKM dan koperasi sawit itu sendiri," kata Helmi.
Buah sawit (TBS) harus dengan cepat diolah setelah petik untuk memperoleh kualitas CPO yang baik sebaiknya sebelum berumur 24 jam. Melebihi waktu ini TBS akan terdegradasi dan membusuk. Selama ini petani sawit mandiri masih menjadi aktor terlemah dalam industri perkebunan kelapa sawit.
Salah satu kendalanya alur rantai pasok CPO yang terbilang panjang. Setelah panen di kebun, petani biasanya menjual TBS ke tengkulak. Setelahnya, tengkulak akan membawa TBS ke pengumpul atau ramp untuk ditimbang dan dijual. Baru kemudian pengumpul memasok TBS tersebut ke PKS. Selama ini petani sawit mandiri yang menjual sawit ke perusahaan dianggap 'pihak ketiga. Kondisi tersebut membuat posisi petani sawit mandiri lebih lemah karena harga dan persyaratan kelayakan TBS ditentukan oleh perusahaan, bukan mengacu pada peraturan pemerintah.
Petani sawit mandiri yang terletak di
kawasan jauh dari pabrik kelapa sawit (PKS), pada umumnya memiliki permasalahan dalam menjual buahnya karena permasalahan umur simpan buah. Ini lah alasan pelatihan diberikan kepada para petani sawit swadaya di Kaltim termasuk Paser.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Paser Adi Maulana mengapresiasi yang BRIN dan BPDPKS. Pemerintah daerah berharap BPDPKS dapat membantu memfasilitasi pengadaan alat pengolahan sawit mini dengan kapasitas 500-700 kilogram TBS per jam kepada para petani sawit swadaya.
"Sehingga hasil panen tidak sampai busuk dan berdampak pada meningkatnya pendapatan para petani di Paser," kata Adi. (wir)


