Tulis & Tekan Enter
images

Wahyullah Bandung

Pengelolaan Sampah Dinilai Belum Berjalan Efektif, Dewan Minta Pemerintah Fokus pada Insentif & Pembinaan

Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Pengelolaan bank sampah di Kota Balikpapan dinilai belum berjalan efektif meski fasilitasnya sudah banyak terbentuk di lingkungan warga. DPRD menilai masalah utama bukan pada kurangnya partisipasi masyarakat, melainkan lemahnya dukungan sistem dan kebijakan yang memastikan keberlanjutan ekonomi sirkular. Anggota Komisi III DPRD Balikpapan, Wahyullah Bandung, mengatakan hasil peninjauan di sejumlah kelurahan memperlihatkan banyak bank sampah yang tidak lagi beroperasi meski sudah memiliki sarana dasar.

"Beberapa RT sudah punya unit bank sampah, tapi pengelolaannya tidak berjalan. Warga sudah kumpulkan material, tapi ketika waktunya diangkat tidak diambil, dan kadang tidak dibeli," katanya saat ditemui usai menghadiri rapat paripurna di Hotel Grand Senyiur, Senin (27/10/2025).

Salah satu contoh, sebut Wahyullah, terdapat di RT 24 Kampung Buton, lokasi uji prakondisi sebelum program baru dijalankan. Ia juga mengatakan, RT 18 di kelurahan lain menjadi contoh baik karena pengumpulan dan pemilahannya lebih tertata. Namun kondisi semacam itu belum merata. Wahyullah menuturkan, ketidakpastian harga material daur ulang menjadi penyebab banyak bank sampah berhenti beroperasi. Harga yang fluktuatif membuat pengelola tidak memiliki kepastian pendapatan. "Nilai jual sampah bisa turun seperti harga emas. Warga sudah kumpulkan, tapi tidak tahu kapan diambil dan berapa harganya. Itu membuat kegiatan tidak berlanjut," ungkapnya.

Selain itu, keterbatasan lahan juga menjadi kendala teknis di tingkat RT. Tidak semua kawasan memiliki tempat penyimpanan sementara yang memadai, sehingga proses pengumpulan hanya bisa dilakukan sesekali. Disisi lain, menurutnya, Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Kota Balikpapan masih belum optimal. Meskipun aturan tersebut sudah mengatur kewajiban pemerintah memberikan insentif bagi bank sampah unit yang dibentuk masyarakat.

"Saya sudah konfirmasi ke DLH. Bentuk dukungan yang ada baru kegiatan lomba atau hadiah, belum berupa pembinaan yang berkelanjutan. Padahal perda mengamanatkan adanya insentif dari pemerintah," tekannya.

Wahyullah menyampaikan, tanpa insentif dan pembinaan reguler, pengelola bank sampah sulit bertahan. Sebagian warga akhirnya berhenti karena merasa usaha mereka tidak mendapatkan dukungan konkret dari pemerintah. Ia pun menekankan bahwa pemerintah seharusnya berperan sebagai regulator dan fasilitator, sementara pelaksanaan teknis dilakukan oleh masyarakat melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang bisa bekerja sama dengan pihak swasta. "Kalau KSM bisa banyak dibentuk, pengelolaan bisa lebih mandiri. Pemerintah cukup mengatur dan memberi fasilitas, sedangkan masyarakat dan swasta bisa menjalankan programnya," terangnya.

Ia mengungkapkan kolaborasi yang sudah berjalan di beberapa wilayah, seperti Karangrejo dan Sepinggan Baru, di mana bank sampah bekerja sama dengan Pegadaian melalui program tabungan emas. Program ini dinilai mampu memberi manfaat ekonomi langsung bagi warga. Hasil pemantauan DPRD menunjukkan sebagian besar bank sampah menghadapi tiga masalah utama yaitu fluktuasi harga, lemahnya kelembagaan, dan ketiadaan sistem pembelian tetap. Baginya, tanpa dukungan sistemik, bank sampah sulit berfungsi optimal sebagai instrumen pengelolaan sampah modern.

DPRD juga mendorong agar Pemkot melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan perda persampahan, termasuk membangun mekanisme insentif dan pasar yang stabil bagi material daur ulang. "Ekonomi sirkular seharusnya menjadi inti kebijakan pengelolaan sampah. Kalau tidak ada sistem yang menjamin, gerakan warga hanya berhenti di level kesadaran, bukan keberlanjutan," tutup Wahyullah. (lex)



Tinggalkan Komentar

//