Tulis & Tekan Enter
images

Hetifah Tegaskan Komitmen Wujudkan Sekolah Sebagai Ruang Aman Belajar dan Bebas Perundungan

KaltimKita.com - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian kembali menegaskan pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk perundungan. Pesan ini disampaikan dalam kegiatan Workshop Pendidikan bertajuk “Sekolah Aman Belajar Sekolah Ruang Aman Belajar: Mencegah, Menangani, dan Memulihkan Dampak Bullying” yang turut dihadiri Direktur Pendidikan Profesi Guru Ditjen GTKPG Kemendikdasmen RI Ferry Maulana, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Kaltim Muhammad Ruslie, serta narasumber Ayunda Ramadhani (Ketua Ikatan Psikologi Klinis HIMPSI Kaltim) dan Hamrin Karim (Fasilitator Nasional BK/Ketua MGBK SMA), hari ini (21/11) dihadiri oleh tak kurang dari 100 guru BK se Kutai Kartanegara.

Dalam paparannya, Hetifah menekankan tiga prinsip utama yang harus diwujudkan setiap sekolah, yaitu mencegah, menangani, dan memulihkan. “Sekolah harus menjadi ruang aman belajar. Pencegahan dilakukan dengan membangun budaya yang menghargai, bukan menghakimi. Ketika kasus muncul, respons harus cepat, terukur, dan adil. Dan yang paling penting, baik korban maupun pelaku harus dipulihkan agar tidak terjebak trauma atau pola kekerasan,” jelas Hetifah.

Anggota DPR RI daerah pemilihan Kalimantan Timur ini menambahkan bahwa sekolah ideal adalah tempat di mana setiap anak merasa aman, nyaman, dan gembira. “Setiap anak berhak belajar tanpa rasa takut. Lingkungan yang positif akan membuat mereka berkembang optimal. Karena itu, jangan pernah menormalisasi kekerasan atau bullying di sekolah,” tegasnya.

Muhammad Ruslie, menekankan peran guru dalam mendampingi siswa yang mengalami perundungan. “Guru harus mampu memitigasi dan mencari solusi ketika ada anak yang mengalami perundungan. Trauma psikologis sangat sulit disembuhkan, sehingga pendampingan menjadi kunci. Sekolah harus menjadi rumah kedua bagi anak-anak,” ujarnya.

Direktur PPG GTKPG Ferry Maulana menjelaskan bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh individu atau kelompok yang lebih kuat. Ia juga memaparkan dampak serius bullying, mulai dari penurunan prestasi, gangguan mental, gangguan kesehatan fisik, hingga stres dan depresi.

Kedua narasumber Ayunda dan Hamrin menegaskan pemulihan membutuhkan pendampingan berkelanjutan agar siswa kembali merasa aman dan berdaya. Tidak boleh ada anak yang menanggung luka bullying sendirian. “Sebanyak 99% pelaku bullying adalah korban yang pernah mengalami bullying. Ini menunjukkan siklus kekerasan yang harus diputus,” ungkapnya.

Menutup kegiatan, Hetifah kembali menyerukan pentingnya pemberdayaan siswa sebagai agen perubahan. Ajarkan murid untuk speak up, reach out, dan stand up. Berani bersuara, tidak diam, dan bersama-sama menghentikan bullying. Guru BK berperan sebagai case manager yang menghubungkan sekolah dengan keluarga serta memastikan penanganan kasus berjalan komprehensif.

“Kita harus memastikan setiap anak merasa terlindungi. Membangun budaya sekolah yang anti kekerasan adalah tanggung jawab kita bersama,” tutup Hetifah. (and)


TAG

Tinggalkan Komentar

//