Kaltimkita.com, BALIKPAPAN – Permasalahan drainase di Kota Balikpapan kembali menjadi sorotan jelang datangnya musim penghujan. Sejumlah kawasan di kota minyak ini masih menghadapi persoalan klasik berupa penyumbatan saluran air yang berpotensi menimbulkan genangan dan banjir lokal.
Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balikpapan menyebutkan bahwa penyebab utama gangguan aliran air bukan hanya faktor teknis, melainkan perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan ke selokan dan parit.
Kepala DPU Balikpapan, Rita, menegaskan bahwa fungsi drainase akan sangat terganggu bila saluran dipenuhi tumpukan sampah rumah tangga. Menurutnya, pembangunan infrastruktur drainase yang baik tidak akan memberi hasil maksimal tanpa diiringi kesadaran kolektif masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. “Sebagus apa pun saluran yang dibangun, kalau dipenuhi sampah tetap akan mampet. Kami membutuhkan dukungan masyarakat agar upaya pemeliharaan saluran bisa bertahan lama dan efektif,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (28/10/2025).
Rita menjelaskan, penyumbatan akibat sampah rumah tangga kini menjadi ancaman genangan di sejumlah kawasan padat penduduk, terutama di wilayah tengah dan selatan kota. Ketika curah hujan tinggi melanda, air hujan tidak bisa mengalir lancar ke saluran utama, sehingga meluap ke jalan dan permukiman warga.
Beberapa titik rawan genangan, kata dia, teridentifikasi di Jalan Ahmad Yani, kawasan Gunung Guntur, MT Haryono Dalam, hingga Jalan Beller. Di lokasi-lokasi tersebut, petugas menemukan banyak tumpukan plastik, botol bekas, dan limbah rumah tangga yang menyumbat mulut saluran. “Kami tidak hanya melakukan pengerukan sedimen, tetapi juga perbaikan struktur drainase untuk memastikan fungsinya berjalan maksimal. Ini pekerjaan jangka panjang yang memerlukan perawatan berkelanjutan,” tutur Rita.
Untuk mengantisipasi potensi banjir, Dinas PU Balikpapan meningkatkan intensitas pembersihan saluran drainase di berbagai titik strategis. Pembersihan dilakukan secara rutin dengan melibatkan petugas kebersihan dan dukungan alat berat di area tertentu yang sulit dijangkau secara manual.
Selain membersihkan saluran tersier, dinas juga melakukan perbaikan infrastruktur pendukung, seperti penambahan tutup saluran, perbaikan kemiringan aliran air, serta penguatan dinding drainase yang mulai mengalami kerusakan akibat usia bangunan. “Pemerintah tidak tinggal diam. Kami bekerja sesuai fungsi untuk memastikan seluruh sistem drainase beroperasi dengan baik. Namun, kalau perilaku masyarakat tidak berubah, maka persoalan ini akan terus berulang,” tegasnya.
Menurut Rita, salah satu tantangan terbesar dalam penanganan drainase di Balikpapan adalah terbatasnya ruang resapan air akibat meningkatnya pembangunan permukiman dan kawasan komersial. Banyak lahan kosong yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah resapan kini tertutup beton dan aspal.
Kondisi tersebut membuat air hujan langsung mengalir ke saluran utama tanpa sempat meresap ke tanah, mempercepat risiko meluapnya air ketika hujan deras. Dinas PU pun menekankan pentingnya pengelolaan tata ruang yang ramah lingkungan di masa depan. “Kami selalu mengingatkan pengembang agar memperhatikan saluran lingkungan di kawasan perumahan. Drainase bukan sekadar pelengkap, tapi komponen vital untuk keberlanjutan kota,” ucapnya.
Selain upaya teknis, Rita menilai partisipasi warga merupakan faktor penentu keberhasilan program penataan drainase. Ia berharap masyarakat tidak menjadikan selokan dan parit sebagai tempat pembuangan sampah. “Masyarakat wajib menjaga kebersihan lingkungannya. Jangan jadikan selokan dan parit sebagai tempat sampah. Jika sampah terus dibuang sembarangan, ya yang rugi masyarakat juga ketika banjir datang,” katanya mengingatkan.
Beberapa warga di kawasan Gunung Guntur mengaku mendukung langkah pemerintah. Mereka berharap kegiatan pembersihan dilakukan lebih sering, terutama di wilayah yang menjadi langganan genangan saat hujan deras. “Kami bersyukur kalau pemerintah rutin membersihkan drainase. Tapi kami juga sadar, kalau kami sendiri buang sampah sembarangan, sama saja percuma,” ujar Rudi, warga setempat.
Sebagai langkah lanjutan, Dinas PU bersama kelurahan dan komunitas masyarakat tengah menggagas gerakan kebersihan drainase berbasis lingkungan RT. Program ini mendorong warga untuk gotong royong membersihkan saluran air minimal sekali dalam dua minggu.
Selain itu, kampanye edukasi juga dilakukan melalui sekolah dan komunitas pemuda agar kesadaran menjaga kebersihan tumbuh sejak dini. Pemerintah berupaya menanamkan pemahaman bahwa menjaga drainase bukan semata tanggung jawab petugas, melainkan kewajiban moral seluruh warga kota.
Dalam jangka pendek, Pemkot Balikpapan menargetkan pengurangan risiko genangan selama puncak musim penghujan Desember hingga Februari 2026. Selain pemeliharaan drainase, pemerintah juga menyiagakan tim reaksi cepat banjir (TRC Banjir) yang akan diterjunkan jika terjadi genangan di titik rawan. “Kami berupaya agar aktivitas masyarakat tidak terganggu saat musim hujan. Mobilitas warga harus tetap lancar, termasuk akses ekonomi dan transportasi,” tutup Rita. (rep)


