Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Sebuah langkah kecil dari mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) pada awal April 2025 lalu membawa dampak besar yakni terbongkarnya aktivitas tambang ilegal di jantung hutan pendidikan mereka, Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Lempake.
Kini, penyidikan terus bergulir, satu tersangka telah ditahan berinisial R, dan pihak kepolisian membuka peluang adanya aktor lain di balik perambahan tersebut.
Kisahnya berawal dari patroli malam yang dilakukan mahasiswa Fakultas Kehutanan. Ketika menyusuri kawasan hutan pendidikan seluas hampir 300 hektare itu, mereka menemukan jejak alat berat dan aktivitas mencurigakan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sekitar 3,2 hektare hutan telah dibuka paksa.
Kepala Laboratorium Alam KHDTK Diklathut Fahutan Unmul, Rustam Fahmy, mengatakan aktivitas alat berat itu pertama kali diketahui pada Jumat malam, 3 April 2025.
“Mahasiswa kami saat itu sedang patroli malam, dan mendapati alat berat sedang bekerja di pertambangan di areal yang masuk KHDTK Lempake," kata Fahmy saat dihubungi dari Balikpapan, pada Senin (7/4/2025) lalu.
Temuan itu kemudian dilaporkan secara berjenjang ke pihak universitas, lalu diteruskan ke aparat penegak hukum.
Sementara itu, Polda Kalimantan Timur merespons cepat. Setelah serangkaian pemeriksaan, seorang pria berinisial R akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 4 Juli 2025. R mengaku sebagai pemodal tambang ilegal, meskipun ia menyatakan bahwa aktivitas dilakukan atas nama pribadi, bukan mewakili perusahaan.
Namun pernyataan R tidak membuat penyidikan berhenti. Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim, AKBP Meilki Bharata menegaskan bahwa pihaknya masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk korporasi yang mungkin terlibat secara terselubung.
“Pengakuan tersangka masih kami uji dengan alat bukti. Jika ditemukan keterlibatan korporasi atau pihak lain, tentu akan kami proses sesuai hukum,” tegas Meilki, Rabu (16/7/2025) saat ditemui di Mapolda Kaltim.
Kasus ini turut melibatkan Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Polda Kaltim menangani sisi pidana tambangnya, sementara Gakkum menangani pelanggaran kehutanan. Ini karena aktivitas ilegal berlangsung di kawasan hutan konservasi, yang berada dalam perlindungan negara.
“Karena dua ranah hukum yang berbeda, maka pasal-pasal dan tersangkanya juga bisa berbeda,” jelas Meilki.
Meski begitu, polisi menegaskan bahwa proses hukum tidak dibatasi waktu. Semua tergantung pada kekuatan alat bukti dan pemeriksaan lanjutan.
“Kalau cukup, kita tetapkan tersangka baru lewat gelar perkara,” imbuhnya.
Dekan Fakultas Kehutanan Unmul, Prof. Irawan Wijaya Kusuma mengapresiasi kinerja Polda Kaltim. Namun ia menekankan pentingnya proses hukum berjalan hingga tuntas. Selain itu, tim akademisi kini sedang menghitung nilai kerugian ekologis dan ekonomis akibat kerusakan hutan.
“Kami sedang melakukan valuasi terhadap kerugian yang terjadi. Ini bukan hanya soal kerusakan fisik, tapi juga hilangnya fungsi ekologis hutan seperti penyimpanan karbon, keanekaragaman hayati, hingga resapan air,” katanya.
"Perhitungan tersebut akan menjadi dasar untuk menuntut tanggung jawab hukum yang lebih besar terhadap para pelaku," tutupnya. (lex)