Tulis & Tekan Enter
images

Batik Lukis Iwatik Balikpapan, Menjaga Warisan Budaya di Tengah Arus Modernisasi

Kaltimkita.com, BALIKPAPAN - Di tengah gempuran teknologi dan digitalisasi, sebagian besar industri beralih ke sistem serba cepat dan otomatis. Namun, di sebuah sudut Balikpapan, masih ada sekelompok perajin yang setia menjaga tradisi lama, yaitu membatik dengan tangan.

Mereka adalah para perempuan kreatif dari Ikatan Wanita Pembatik (Iwatik), sebuah kelompok binaan Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian (DKUMKMP) Kota Balikpapan. Dengan peralatan sederhana seperti pensil, canting, dan lilin malam, mereka terus melestarikan teknik membatik manual yang menjadi jantung dari seni wastra nusantara.

“Kami masih mempertahankan teknik manual, menggunakan canting dan tinta lilin/malam. Prosesnya diblok dulu baru diwarnai, seperti melukis di atas kain,” tutur Sri Sunarti, pendiri Iwatik Batik Khas Balikpapan, saat ditemui di galeri batiknya, RT 11, Kelurahan Mekar Sari, Balikpapan Tengah, Kamis (23/10/2025).

Bagi Sunarti, setiap goresan canting adalah hasil dari perasaan dan kepekaan tangan sang pembatik. Tak ada mesin yang bisa meniru kehalusan dan jiwa dari karya handmade tersebut.

Putrinya, Yuni Rachmawaty, yang kini turut mengembangkan Iwatik, menambahkan bahwa semua motif lahir dari imajinasi dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

“Motif kami banyak terinspirasi dari alam sekitar, seperti daun sirih, ilalang, dan tanaman liar yang sering kami lihat setiap hari,” jelas Yuni.

Proses pembuatan batik tulis di Iwatik bukan perkara mudah. Butuh ketelatenan dan kesabaran luar biasa. Mulai dari menggambar pola dengan pensil, mencanting dengan malam panas, hingga pewarnaan berlapis.

“Kalau dikerjakan santai, bisa empat hari baru selesai satu kain. Yang paling lama itu membuat pola gambarnya,” kata Yuni yang juga merupakan disainer Iwatik.

“Jadi kalau batik tulis ditawar, tolong jangan dong. Prosesnya panjang banget soalnya," serunya.

Ia menjelaskan, fungsi tinta malam dalam batik sangat penting. Lilin cair itu digunakan untuk menutup bagian kain agar tidak terkena warna saat proses pewarnaan, itulah sebabnya batik disebut juga “lukisan yang hidup”.

Selain mempertahankan teknik tradisional, Iwatik juga sudah mengeluarkan batik dengan proses modern, yakni membatik printing dan batik cap. Namun begitu, batik lukis masih tetap menjadi primadona bagi para pelanggan.

Yuni juga ingin mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk mencintai batik lokal. Ia berharap batik Balikpapan bisa menjadi identitas daerah, tak kalah dari batik Jawa yang lebih dulu populer di acara kenegaraan.

“Selama ini yang sering dipakai di acara resmi kan batik Jawa. Padahal Balikpapan dan Kalimantan juga punya motif yang bagus dan berkarakter. Kami ingin batik lokal bisa tampil di panggung nasional sebagai bentuk local pride kita," harapnya.

Bagi Yuni, batik bukan sekadar pakaian, melainkan simbol perjuangan, kesabaran, dan kreativitas. Karena itu, ia berpesan kepada generasi muda agar ikut melestarikan warisan budaya ini.

“Batik itu bukan hanya untuk kalangan tertentu. Anak muda juga bisa pakai, bahkan bisa belajar membuatnya. Banyak dari mereka yang mencoba nyanting, ternyata hasilnya lebih bagus dari kami,” ucapnya bersemangat.

Dengan semangat itu, Iwatik terus berkarya, menyatukan tradisi dan kreativitas lokal agar batik Balikpapan tetap hidup dan dicintai di tanah sendiri. “Ingat batik, ingat Iwatik,” tutup Yuni sambil tersenyum. (lex)


TAG DKUMKMP

Tinggalkan Komentar

//