Oleh: Hery Sunaryo, S.H., M.H.
Pemerhati Kebijakan Publik Kota Balikpapan
KENAIKAN Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Balikpapan bukan sekadar penyesuaian tarif, melainkan isu krusial yang langsung memukul kehidupan masyarakat. Di satu sisi, pemerintah kota berdalih kenaikan ini adalah langkah strategis untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) demi pembangunan. Namun, di sisi lain, masyarakat justru merasakan beban ekonomi yang semakin berat.
Fakta di lapangan menunjukkan lonjakan pajak PBB yang luar biasa, bahkan mencapai ribuan persen. Contoh nyatanya adalah kasus seorang warga yang tagihan PBB-nya melonjak dari Rp 306 ribu menjadi Rp 9,5 juta. Kenaikan yang sangat mencengangkan ini memicu pertanyaan, apakah ini hanya "kesalahan teknis" seperti yang diklaim oleh Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPRD) Balikpapan, Idham Mustari? Jika ya, mengapa kesalahan ini bisa terjadi secara masif dan tanpa sosialisasi yang memadai?
Pengamat hukum dan kebijakan publik Balikpapan, Hery Sunaryo, SH.,MH., menegaskan bahwa kenaikan PBB ini menambah beban pengeluaran bagi pemilik properti, terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan para pensiunan. "Ini bukan sekadar angka. Ini adalah pengurang dari anggaran keluarga yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan pokok lainnya," ujar Hery.
Pernyataan pejabat tentang diskon atau stimulus pajak hingga 90% juga menuai kritik. Hery Sunaryo menyebut kebijakan ini mirip pedagang yang menaikkan harga tinggi-tinggi lalu memberikan diskon besar-besaran. Jelas, kebijakan ini terkesan seperti pemerintah sedang berdagang dengan rakyatnya. Daripada memberikan diskon yang terkesan 'mengobati luka' setelah kebijakan yang 'menyakiti', mengapa pemerintah tidak langsung meninjau ulang kenaikan PBB tersebut?
Kenaikan PBB ini juga menyingkap masalah akut dalam birokrasi dan politik. Di mana peran DPRD sebagai wakil rakyat? Saat masyarakat menjerit, seharusnya para anggota dewan mengambil sikap tegas, mendesak pemerintah untuk transparan dan membuka ruang dialog. Ini adalah momentum bagi partai politik untuk membuktikan keberpihakannya, apakah mereka hanya peduli saat kampanye atau juga saat rakyat membutuhkan suara mereka.
Sementara masyarakat Balikpapan harus memutar otak untuk membayar tagihan pajak yang mencekik, sebuah fenomena yang kontras terlihat dari fasilitas mewah yang dinikmati para pejabat dan anggota DPRD. Mari kita renungkan sejenak perbedaan hidup yang begitu mencolok. Di satu sisi, masyarakat berjuang mati-matian membayar pajak yang terus naik. Di sisi lain, para pejabat memiliki rumah dinas megah, tunjangan rumah ratusan juta, mobil operasional mewah, uang perjalanan dinas keluar kota tanpa hasil yang jelas, dan tunjangan lainnya yang berlipat ganda semua dibiayai dari pajak yang dibayarkan masyarakat.
Ketika kalian duduk di kursi empuk dan mengambil keputusan, ingatlah bahwa setiap rupiah yang kalian nikmati berasal dari keringat dan air mata masyarakat. Kami berharap, fasilitas serba lengkap itu tidak membuat kalian lupa akan kesulitan masyarakt yang sedang di hadapi.
Kenaikan PBB bukan hanya soal pajak, melainkan ujian bagi nurani para pemimpin kota. Kami, masyarakat Balikpapan, bukan sekadar objek pajak, kami adalah pemilik sah kota ini. Kami pantas mendapatkan penjelasan yang jujur, kebijakan yang adil, dan pembangunan yang berpihak pada kesejahteraan kami. Bukankah, Pembangunan yang sesungguhnya adalah ketika setiap warga kota bisa tersenyum tanpa harus khawatir tentang masa depan anak-anaknya dan tagihan pajak yang mencekiknya.
Andai saja pemerintah kota mau sedikit lebih kreatif, ada banyak cara lain untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), seperti:
1. Pengelolaan BUMD yang Serius, secara profesional, Perumda Tirta Manuntung (PDAM) dan BUMD Manuntung Sukses. Keduanya punya potensi besar menyumbang PAD melalui laba bersih atau dividen.
2. Digitalisasi Retribusi, Terapkan pembayaran non-tunai (QRIS) di pasar, parkir, dan layanan kebersihan. Ini tidak hanya memudahkan masyarakat, tapi juga memastikan semua transaksi tercatat secara transparan.
3. Pengawasan Ketat, Perketat pengawasan dan audit terhadap wajib pajak dan retribusi. Lakukan pemeriksaan mendadak untuk memastikan laporan yang disampaikan sesuai dengan kondisi sebenarnya.
4. Pengembangan Sumber Pendapatan Baru, Manfaatkan status Balikpapan sebagai gerbang menuju Ibu Kota Nusantara (IKN). Kembangkan sektor pariwisata, khususnya paket wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) untuk menarik pebisnis dan delegasi. Revitalisasi objek wisata dan promosikan keindahan alam serta kuliner khas Balikpapan.
5. Optimalisasi Aset Daerah, Identifikasi aset milik pemerintah yang tidak produktif, seperti lahan kosong atau bangunan tua. Aset ini bisa disewakan atau dikerjasamakan dengan pihak swasta melalui skema bagi hasil.
6. Dukungan untuk UMKM, Berikan kemudahan perizinan dan pendampingan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pertumbuhan UMKM akan memperluas basis wajib pajak, yang pada akhirnya meningkatkan PAD dari pajak restoran dan hiburan.
Dengan kombinasi strategi kreatif ini, Kota Balikpapan tidak hanya akan meningkatkan PAD dari sektor yang sudah ada, tetapi juga membangun pondasi ekonomi yang lebih kuat dan beragam untuk masa depan. (*)