Kaltimkita.com, JAKARTA- Iran mengancam menutup Selat Hormuz sebagai respons terhadap serangan Israel. Hal ini disampaikan Komandan Garda Revolusi Iran Sardar Esmail Kowsari.
"Selat Hormuz sedang dipertimbangkan (ditutup). Iran akan membuat keputusan terbaik dengan tekad. Tangan kami terbuka lebar untuk menghukum musuh, dan respons militer hanyalah sebagian dari respons kami secara keseluruhan," kata Kowsari, dikutip dari Euronews, Senin (16/6/2025).
Selat Hormuz merupakan salah satu lokasi paling strategis dan vital di dunia. Blokade yang akan dilakukan Iran akan menimbulkan risiko serius bagi Eropa.
Jika hal itu benar-benar dilakukan Iran, harga minyak dunia diprediksi melonjak cukup drastis. Penutupan Selat Hormuz juga berpotensi memperluas perang ke kawasan lainnya.
Lantas, seberapa penting jalur laut ini dan mengapa Selat Hormuz sangat krusial bagi perdagangan global?
Dilansir dari Al Jazeera, Senin (16/6/2025) Selat Hormuz merupakan satu-satunya pintu masuk laut menuju Teluk Persia. Selat ini memisahkan Iran di satu sisi, dan Oman serta Uni Emirat Arab di sisi lainnya. Selat ini menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab di kawasan Samudera Hindia.
Menurut Badan Informasi Energi Amerika Serikat (US Energy Information Administration), sekitar 20% konsumsi minyak dunia mengalir melalui selat ini. Badan tersebut menyebut Hormuz sebagai titik transit minyak paling vital di dunia.
Pakar keamanan Claude Moniquet mengungkap empat dampak yang akan terjadi jalur perdagangan minyak tersebut diblokir.
Pertama, harga minyak dunia akan melonjak tajam dan pasokan berkurang.
Selat Humaz menjadi jalur distribusi 20% minyak di dunia, terutama di Eropa. Kawasan itu banyak mengimpor minyak dan gas alam cair (LNG) dari negara-negara seperti, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, yang sebagian besarnya melewati Selat tersebut.
Kedua, guncangan hebat pada ekonomi dunia. Harga minyak yang meningkat akan berdampak pada angka inflasi. Kenaikan harga dan pasokan yang menurun akibat tersendat jalur perdaganganya, akan menggangu jalannya berbagai industri.
Sektor manufaktur, transportasi, dan pertanian akan sangat rentan. Reaksi pasar dan volatilitas di bursa saham Eropa dapat menjadi efek berantai.
Ketiga, terjadi peningkatan tensi perang. Blokade dapat memicu konfrontasi militer yang melibatkan AS, angkatan laut Uni Eropa, dan negara-negara Teluk, yang berisiko memicu perang regional yang lebih luas.
Keempat, mandeknya perdagangan global dan naiknya biaya transportasi. Selat Homuz merupakan rute utama untuk pengiriman global. Gangguan dapat menunda impor bahan baku, elektronik, dan barang-barang konsumen Eropa, yang memengaruhi rantai pasokan. Premi asuransi untuk pengiriman dapat melonjak, sehingga meningkatkan biaya bagi bisnis dan konsumen Eropa. (det/bie)


