Kaltimkita.com, KUTAI KARTANEGARA– Di sebuah balai pertemuan yang sederhana namun penuh semangat di jantung Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), lahirlah sebuah babak baru dalam wajah pembangunan desa. Kamis siang (15/5/2025), Bupati Kukar Edi Damansyah secara resmi mencanangkan Desa Batuah sebagai Desa Cinta Statistik (Desa Cantik)—sebuah inisiatif strategis untuk menumbuhkan budaya data yang akurat, transparan, dan partisipatif di tingkat akar rumput.
Di tangan Kepala Desa Abdul Rasyid, piagam pencanangan diserahkan. Tak sekadar simbol, piagam itu adalah komitmen. Bersamanya, juga diserahkan sertifikat agen statistik desa. Mereka bukan sekadar relawan, melainkan penjaga awal dari perubahan paradigma: dari desa sebagai objek pembangunan menjadi subjek yang tahu apa yang dibutuhkan, dan mampu merencanakan langkah ke depan berdasarkan data yang sahih.
"Desa Batuah kini bukan hanya pemilik piagam, tetapi penjaga obor," ujar Edi Damansyah dalam sambutannya yang sarat makna. Ia menekankan bahwa program Desa Cantik bukan program kosmetik belaka, melainkan upaya substansial yang sejalan dengan semangat “Satu Data Indonesia”. Dalam konteks ini, desa bukan hanya titik kecil dalam peta pembangunan nasional, tapi simpul penting yang harus bicara lewat angka-angka yang nyata dan terpercaya.
Di era digital, di mana informasi mengalir deras dan keputusan diambil dengan cepat, keberadaan data yang akurat tak lagi bisa ditawar. Tanpa data yang baik, pembangunan hanya akan menjadi spekulasi yang bisa salah arah. Edi mengingatkan, “Data bukan hanya deretan angka. Ia adalah cermin kondisi sosial, ekonomi, kesehatan, hingga pendidikan masyarakat desa.”
Desa Batuah menjadi yang pertama di Kukar yang menyandang status ini. Tentu bukan tanpa beban. Mereka kini mengemban tanggung jawab moral dan strategis untuk menjadi contoh bagaimana desa bisa membangun sistem data sektoral yang terstruktur, berkelanjutan, dan berdampak langsung bagi masyarakat. Bukan pekerjaan mudah. Tapi dengan sinergi yang tepat, bukan pula sesuatu yang mustahil.
Untuk itulah kolaborasi menjadi kata kunci. Antara BPS sebagai penggagas dan pendamping teknis, Diskominfo Kukar sebagai walidata sektoral, dan tentu pemerintah desa sebagai eksekutor utama. Program ini membutuhkan pelatihan, pendampingan, dan juga komitmen jangka panjang untuk terus memperbaiki sistem informasi desa berbasis masyarakat.
“Desa yang memiliki data kuat akan lebih siap dalam merancang program, mengelola anggaran, mengevaluasi pembangunan, hingga menarik program bantuan dari pusat,” lanjut Edi. Ia ingin hasil program ini tidak berhenti di Batuah. Harapannya, desa-desa lain dapat mereplikasi, menyesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing.
Lebih dari itu, Pemkab Kukar ingin menciptakan ekosistem data yang sehat dan berkelanjutan. Sistem yang tidak hanya dipakai untuk laporan, tapi benar-benar hidup dalam proses musyawarah, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Desa tidak lagi hanya "melaksanakan", tetapi "menentukan" arah pembangunan mereka sendiri, berdasarkan data yang mereka miliki dan pahami.
Program Desa Cantik bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari upaya besar membentuk desa yang cerdas, mandiri, dan berdaya. Dan dari Balai Pertemuan Umum di Desa Batuah, lentera itu telah dinyalakan. (Ian)